Sejarah
Mengenal Sejarah Padang – Dari Pusat Perdagangan Menjadi Kota Wisata Terkenal
Wajah Padang berubah dari pusat perdagangan ke kota wisata terkenal, bagaimana budaya Minangkabau mempengaruhi evolusi ini? Temukan jawabannya di sini.

Bayangkan berjalan-jalan melalui pasar Padang yang ramai, di mana berabad-abad yang lalu, para pedagang pernah memperdagangkan rempah-rempah dan tekstil, membentuk takdir kota ini. Saat Anda menjelajahi sejarahnya, Anda akan menemukan dampak kolonialisme Belanda, yang meninggalkan warisan keajaiban arsitektur. Namun, Padang bukan hanya tentang masa lalu; ini adalah kota yang telah merangkul transformasi budaya dan digital, menjadikannya pusat wisata yang semarak saat ini. Apa peran budaya Minangkabau dalam evolusi ini, dan bagaimana Padang berhasil memadukan sejarahnya yang kaya dengan daya tarik modern? Ada banyak hal lain yang bisa diungkap tentang kota yang mempesona ini.
Kebangkitan Perdagangan Padang

Bagaimana Padang bertransformasi dari pemukiman nelayan yang sederhana menjadi pusat perdagangan yang ramai? Bayangkan Anda berada di abad ke-15, di mana Padang pertama kali berkembang di bawah Raja Adityawarman. Pada saat itu, Padang hanyalah sebuah komunitas nelayan kecil.
Namun, penurunan stabilitas Malaka pasca-1511 membuka jalur perdagangan baru. Para pedagang mulai mencari jalur alternatif, dan di sinilah lokasi strategis Padang menjadi sangat penting.
Pada abad ke-17, ekspansi Kerajaan Aceh secara signifikan meningkatkan pentingnya perdagangan Padang. Ketika Aceh menguasai daerah pesisir vital seperti Tiku dan Pariaman, perdagangan regional berkembang pesat.
Ekspansi ini menciptakan rute perdagangan yang kuat yang menghubungkan Padang dengan daerah-daerah subur lainnya, meletakkan dasar untuk pertumbuhan ekonomi yang luar biasa.
Belanda mengenali potensi Padang dan mendirikan kantor perdagangan di sana pada tahun 1616, memanfaatkan signifikansi yang semakin meningkat.
Pada tahun 1784, dengan pengaruh Aceh yang semakin melemah, Padang secara resmi menjadi pusat perdagangan Belanda. Penunjukan ini menandai titik balik yang mendorong pertumbuhan ekonomi lebih lanjut.
Saat Anda menjelajahi sejarah, Anda melihat Padang berkembang menjadi pusat komersial utama pada akhir abad ke-19, didorong oleh jalur perdagangan strategis dan ekonomi yang berkembang.
Memahami peran Padang dalam sejarah perdagangan adalah seperti menjelajahi keragaman etnis Indonesia, di mana berbagai budaya dan pengaruh telah membentuk masa lalu dan masa kini.
Warisan perdagangan kaya Padang meletakkan dasar untuk perluasan urban yang hidup.
Dampak Kolonial di Padang
Pelabuhan Padang yang ramai mengalami transformasi dramatis di bawah pemerintahan kolonial, dengan Belanda memberikan pengaruh signifikan pada tata kelola dan ekonominya. Ketika Perusahaan Hindia Timur Belanda memulai operasinya pada abad ke-17, Padang dengan cepat berkembang menjadi pusat perdagangan penting, terutama setelah ketidakstabilan Malaka. Pembentukan Padang sebagai pusat perdagangan Belanda pada 20 Mei 1784 menandai perubahan penting.
Dengan penurunan Kerajaan Aceh, Belanda memanfaatkan kesempatan untuk memberlakukan pemerintahan kolonial mereka, membentuk kembali lanskap administratif dan ekonomi Padang. Ketika kekuatan kolonial memperketat cengkeraman mereka, Perjanjian London tahun 1824 menegaskan kembali kendali Belanda, menjadikan Padang sebagai pusat administratif untuk Sumatera Barat pada tahun 1837.
Periode ini menyaksikan pengenalan sistem pemerintahan Wijk, membagi wilayah menjadi beberapa divisi administratif. Sistem semacam itu menekankan pemerintahan kolonial yang memprioritaskan kontrol dan ketertiban. Namun, perubahan ini datang dengan eksploitasi ekonomi. Monopoli Belanda mendominasi perdagangan, sering kali menyebabkan ketidakpuasan dan perlawanan lokal.
Bisnis di Padang saat ini dapat meningkatkan kehadiran online mereka dengan memanfaatkan layanan desain dan pengembangan kontemporer. Pemberontakan abad ke-19 menyoroti ketidakpuasan lokal terhadap kebijakan eksploitasi. Meskipun ekonomi Padang tumbuh, manfaatnya sebagian besar cenderung menguntungkan kepentingan kolonial, meninggalkan warisan perlawanan dan ketahanan.
Evolusi Lanskap Perkotaan

Penjajahan di Padang tidak hanya mempengaruhi pemerintahan dan ekonominya, tetapi juga meninggalkan jejak yang bertahan lama pada lanskap kotanya. Transformasi dimulai ketika Belanda tiba pada abad ke-17, mengubah desa nelayan kecil di mulut Batang Arau menjadi pusat perdagangan yang ramai. Perubahan ini memerlukan perencanaan perkotaan yang cermat, seiring dengan perluasan kota ke arah utara di bawah Gubernur de Stuers antara tahun 1788 dan 1861, mencerminkan pentingnya meningkatnya perdagangan.
Pada tahun 1913, Padang memiliki pembagian administratif yang jelas, membedakan antara Padang Kota dan Padang Luar Kota. Pembagian ini memfasilitasi pengembangan perkotaan yang terorganisir, memastikan bahwa kota dapat tumbuh dengan efisien.
Saat ini, warisan arsitektur Padang tetap terlihat dalam perpaduan interpretasi modern dari desain tradisional Minangkabau dan pengaruh kolonial. Struktur-struktur utama, banyak dibangun sebelum tahun 1920, menunjukkan perpaduan unik ini. Transformasi Padang mirip dengan bagaimana lanskap perkotaan Medan telah berkembang, menggabungkan elemen-elemen historis dengan kemajuan modern.
Meskipun mengalami kemajuan, Padang menghadapi tantangan berkelanjutan dalam perencanaan perkotaan karena geografisnya. Dengan lebih dari 60% dari wilayahnya berbukit dan hanya 205.007 km² yang diklasifikasikan sebagai area perkotaan, kota ini harus terus mengadaptasi strategi pengembangannya.
Melalui perencanaan yang cermat, Padang menyeimbangkan akar sejarahnya dengan tuntutan kehidupan perkotaan modern.
Kepemimpinan Sepanjang Zaman
Dalam jalinan sejarah Padang yang kaya, kepemimpinan telah memainkan peran penting dalam membentuk identitas dan tata kelola kota. Setelah penurunan kekuasaan Aceh, Belanda menetapkan Padang sebagai pusat administrasi Sumatera Barat pada tahun 1837, menandai transisi politik yang signifikan dari penguasa lokal ke pemerintahan kolonial. Pergeseran ini menjadi dasar bagi struktur kepemimpinan kota yang terus berkembang.
Walikota pertama, Bapak Abubakar Jaar, membuka jalan bagi para pemimpin berikutnya. Terutama, Bagindo Aziz Chan, yang dikenal sebagai "Walikota Pejuang," berperan penting dalam pemerintahan pasca-kemerdekaan kota, menunjukkan keberanian hingga pembunuhannya pada tahun 1947. Kepemimpinannya adalah landasan dalam sejarah pencapaian walikota Padang.
Setelah kemerdekaan Indonesia, lanskap politik Padang terus berkembang. Diakui sebagai ibu kota Sumatera Barat pada tahun 1958, dewan kota didirikan lebih awal pada tahun 1906, mencerminkan pentingnya politik yang semakin meningkat.
Selama bertahun-tahun, beberapa walikota telah beradaptasi dengan transisi politik, dipandu oleh undang-undang seperti Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 dan Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 1980. Saat ini, dewan kota (DPRD) terdiri dari 45 anggota, menampilkan sistem multi-partai yang mencerminkan lingkungan politik Padang yang beragam.
Selain itu, prinsip-prinsip desain modern dan teknologi telah digunakan untuk meningkatkan branding dan identitas kota, mencerminkan signifikansi sejarah dan budayanya.
Transformasi Budaya dan Digital

Transformasi budaya dan digital di Padang sedang mengubah cara kota ini berinteraksi dengan penduduknya dan dunia. Melalui kemajuan signifikan dalam keterlibatan digital, Padang membuka jalan bagi tata kelola modern dan interaksi komunitas.
Pada tahun 2021 dan 2022, survei yang menilai penggunaan internet di antara pegawai negeri sipil dan organisasi pemerintah daerah menyoroti tren yang kini mendorong perbaikan kebijakan. Evolusi digital ini didokumentasikan dalam buku profil kota, yang menguraikan pengembangan kota dan perencanaan strategis untuk inisiatif masa depan. Upaya ini bertujuan untuk meningkatkan layanan kota dan membangun komunitas yang lebih terhubung.
Untuk memastikan pelestarian budaya di tengah pergeseran digital ini, Padang mengintegrasikan kegiatan budaya dengan platform digital. Misalnya, inisiatif keterlibatan komunitas seperti pengumuman pelaksanaan sholat Idul Adha menguatkan semangat komunitas melalui saluran online.
Strategi pemasaran digital juga dimanfaatkan untuk menampilkan harta sejarah dan budaya Padang, menjangkau audiens global yang ingin menjelajahi kekayaan warisan kota ini.
Pendidikan memainkan peran penting dalam transformasi ini. Kemitraan dengan institusi seperti UNP dan Telkom meningkatkan literasi digital dan akses, memastikan bahwa komunitas dapat sepenuhnya berpartisipasi dan mendapatkan manfaat dari revolusi digital yang sedang berlangsung di Padang. Fokus pada desain dan fungsionalitas yang ramah pengguna sangat penting dalam menciptakan platform digital yang dapat diakses yang memenuhi kebutuhan beragam komunitas.
Daya Tarik Pariwisata Modern di Padang
Di antara destinasi yang penuh warna di Sumatera Barat, Padang menonjol sebagai pusat wisata utama, memikat pengunjung dengan kombinasi unik arsitektur kolonial dan budaya Minangkabau.
Saat Anda menjelajahi kota ini, Anda akan menemukan situs-situs bersejarah seperti Kota Tua dan Museum Adityawarman yang menawarkan sekilas ke masa lalunya yang kaya. Pengalaman kuliner di Padang tidak boleh dilewatkan, dengan hidangan lokal seperti rendang yang menarik para penggemar makanan dari seluruh dunia. Kota ini telah menjadi identik dengan cita rasa yang luar biasa, menjadikannya tujuan yang harus dikunjungi bagi siapa saja yang ingin menikmati masakan Indonesia yang autentik.
Festival budaya di Padang semakin memperkaya kunjungan Anda, menampilkan tradisi dinamis masyarakat Minangkabau. Acara-acara ini memberikan pengalaman yang menyeluruh, memungkinkan Anda untuk terhubung dengan budaya lokal pada tingkat yang lebih dalam.
Mencapai Padang sangat mudah, berkat kedekatannya dengan Bandara Internasional Minangkabau dan jalan yang terawat baik. Setelah sampai di sana, Anda dapat menikmati biaya masuk yang terjangkau di situs bersejarah, mulai dari hanya Rp 5.000 hingga Rp 10.000, sempurna untuk pelancong yang hemat anggaran.
Jangan lewatkan Jembatan Siti Nurbaya yang indah dan pasar lokal yang ramai, yang menawarkan pemandangan menakjubkan dan pengalaman yang penuh warna.
Bagi mereka yang tertarik untuk meningkatkan visibilitas dan pengakuan merek mereka, status Padang yang semakin berkembang sebagai tujuan wisata menawarkan banyak peluang bagi bisnis untuk berinteraksi dengan beragam audiens.
Kesimpulan
Anda telah melakukan perjalanan melalui transformasi epik Padang, dari sebuah desa nelayan yang sederhana menjadi pusat perdagangan yang ramai dan sekarang menjadi magnet wisata yang mempesona. Anda telah menyaksikan evolusi spektakuler kota ini, yang dibentuk oleh pemimpin visioner dan pergeseran budaya yang dinamis. Padang bukan hanya sekadar kota; ini adalah kanvas hidup dari sejarah dan inovasi, di mana setiap sudut jalan membisikkan cerita masa lalu dan janji masa depan. Jadi, kemas barang-barang Anda dan selami dunia keajaiban yang menakjubkan ini!
Sejarah
Situs Arkeologi Tertua: Di Mana Manusia Pertama Tinggal?
Bagaimana penemuan Lomekwi 3 mengubah pemahaman kita tentang penggunaan alat oleh manusia purba dan evolusi mereka? Jawabannya mungkin akan mengejutkan Anda.
Lomekwi 3 di Kenya, yang bertanggal 3,3 juta tahun yang lalu, dianggap sebagai situs arkeologi tertua, mengungkapkan bukti penggunaan alat awal oleh Australopithecus afarensis. Penemuan ini menantang pemahaman kita sebelumnya tentang kemampuan manusia awal dan menunjukkan bahwa pembuatan alat mungkin terjadi jauh lebih awal dari yang kita pikirkan. Temuan situs ini memicu perdebatan mengenai metode penanggalan dan interpretasi, menyoroti kompleksitas sejarah manusia yang kita bagi. Mari kita jelajahi apa arti wawasan ini bagi pemahaman kita tentang evolusi manusia.
Perburuan untuk situs arkeologi tertua membawa kita ke jantung Kenya, di mana situs Lomekwi 3, yang diperkirakan berusia 3,3 juta tahun, menunjukkan bukti kuat tentang penggunaan alat oleh manusia awal. Di situs ini, para peneliti telah menemukan alat-alat kuno yang dapat mengubah pemahaman kita tentang kemampuan manusia awal, khususnya Australopithecus afarensis. Artefak batu ini menunjukkan bahwa nenek moyang kita bukan hanya mampu membuat alat, tetapi juga kemungkinan besar terlibat dalam perilaku kompleks jauh lebih awal dari yang diperkirakan sebelumnya.
Namun, perdebatan mengenai Lomekwi 3 sangat intens. Sementara beberapa peneliti, seperti Jason Lewis, mendukung statusnya sebagai situs tertua, yang lain, seperti Tim White, mempertanyakan keabsahan metode penanggalan dan konteks di mana artefak-artefak ini ditemukan. Perbedaan ini menyoroti tantangan yang kita hadapi dalam menginterpretasikan bukti arkeologis secara akurat. Pekerjaan teliti dalam penanggalan dan kontekstualisasi temuan sangat penting jika kita ingin membangun narasi yang dapat diandalkan tentang evolusi manusia.
Sebagai perbandingan, situs Gona di Ethiopia, dengan alat batu yang bertanggal 2,6 juta tahun yang lalu, telah menjadi subjek pengawasan akademis yang ekstensif. Alat-alat ini dikaitkan dengan Australopithecus garhi, dan usianya lebih diterima secara luas dalam komunitas ilmiah. Kontras antara Gona dan Lomekwi 3 menekankan pentingnya analisis yang ketat dalam arkeologi. Saat kita mengevaluasi temuan ini, kita harus mempertimbangkan tidak hanya artefak itu sendiri tetapi juga metode yang digunakan untuk menanggal dan mengkontekstualisasikannya.
Baik Lomekwi 3 maupun Gona menawarkan wawasan penting tentang perilaku manusia awal dan pengembangan penggunaan alat. Implikasi dari penemuan ini melampaui sekadar penanggalan; mereka menantang persepsi kita tentang apa artinya menjadi manusia. Jika Lomekwi 3 memang situs tertua, itu bisa menandakan bahwa kemampuan untuk membuat dan menggunakan alat adalah ciri khas garis keturunan kita yang muncul jauh lebih awal dari yang kita kenali.
Pada akhirnya, saat kita menyaring bukti, kita dihadapkan dengan pertanyaan penting tentang kehidupan manusia awal. Apa yang mendorong mereka untuk menciptakan alat-alat kuno ini? Bagaimana lingkungan mereka membentuk kemajuan teknologi mereka?
Penelitian berkelanjutan di situs-situs seperti Lomekwi 3 dan Gona mengingatkan kita akan kompleksitas dari perjalanan evolusi kita. Saat kita mencari jawaban, kita merangkul ketidakpastian, mengetahui bahwa melalui pertanyaan dan eksplorasi kita mendapatkan wawasan yang lebih dalam tentang masa lalu bersama kita.
Sejarah
Gobekli Tepe: Situs Kuno yang Membangkitkan Banyak Pertanyaan
Ingin mengungkap misteri Gobekli Tepe, sebuah situs kuno yang menantang segala yang kita ketahui tentang peradaban awal? Temukan apa yang tersembunyi di bawah permukaan.

Göbekli Tepe adalah situs monumental yang berusia lebih dari 11.000 tahun yang menantang pemahaman kita tentang masyarakat manusia awal. Tiang-tiang yang diukir secara rumit menunjukkan adanya organisasi sosial yang kompleks dan spiritualitas yang mendahului pertanian. Situs ini menunjukkan adanya tenaga kerja yang terkoordinasi dan sistem kepercayaan yang terorganisir, mengundang kita untuk mempertimbangkan kembali garis waktu perkembangan peradaban manusia. Saat kita mengeksplorasi implikasi dari Göbekli Tepe, kita dapat mengungkap perspektif baru tentang koneksi leluhur dan dinamika sosial yang membentuk sejarah kita.
Gobekli Tepe berdiri sebagai monumen penting bagi peradaban manusia awal, yang menantang pemahaman kita tentang masyarakat prasejarah. Ketika kita menggali signifikansi arkeologisnya, kita tidak dapat mengabaikan lapisan kompleksitas yang diungkapkannya tentang peradaban kuno. Situs ini, yang dipercaya berusia lebih dari 11.000 tahun, lebih tua daripada Stonehenge dan Piramida Besar, mendorong mundur garis waktu pengembangan masyarakat manusia secara signifikan. Hal ini mendorong kita untuk mempertimbangkan kembali narasi kemajuan manusia, terutama mengenai transisi dari gaya hidup pemburu-pengumpul ke masyarakat pertanian yang lebih menetap.
Fitur paling mencolok dari Gobekli Tepe adalah pilar batu besarnya yang diukir dengan rumit dengan gambaran hewan dan simbol abstrak. Struktur ini bukan hanya megalit; mereka mewakili pemahaman yang canggih tentang teknik dan seni. Sungguh menarik untuk berpikir bahwa pemburu-pengumpul, yang sering kita bayangkan sebagai primitif, mampu melakukan konstruksi monumental semacam itu. Ini menantang asumsi bahwa agama terorganisir atau kompleksitas sosial muncul hanya setelah munculnya pertanian. Sebaliknya, hal itu menunjukkan bahwa pembangunan situs semacam itu mungkin telah memicu koherensi sosial dan pengembangan identitas komunitas jauh sebelum sedentisme mengambil alih.
Kita juga perlu mempertimbangkan skala tenaga kerja yang terlibat dalam mendirikan Gobekli Tepe. Ini menunjukkan tingkat organisasi sosial dan kolaborasi yang sebelumnya tidak diakui dalam kelompok nomaden. Ini mengajukan pertanyaan tentang motivasi di balik konstruksi monumental tersebut. Apakah struktur ini terutama bersifat religius, berfungsi sebagai tempat ibadah dan berkumpul? Atau apakah mereka juga berfungsi sebagai pusat sosial, memupuk hubungan di antara kelompok orang yang berbeda? Inilah ambiguitas yang membuat situs ini begitu menarik, mengundang kita untuk menjelajahi psikologi nenek moyang kita.
Selain itu, signifikansi arkeologis Gobekli Tepe tidak hanya terletak pada sisa fisiknya tetapi juga dalam wawasan yang ditawarkannya tentang evolusi pemikiran dan budaya manusia. Situs ini mengungkapkan interaksi kompleks antara spiritualitas dan kehidupan sehari-hari, menunjukkan bahwa, bahkan pada zaman prasejarah, manusia mencari makna di luar sekadar bertahan hidup.
Ini adalah undangan untuk merenungkan bagaimana nenek moyang kita mungkin telah memandang dunia mereka, keyakinan mereka, dan komunitas mereka.
Sejarah
Sangiran: Situs yang Berfungsi sebagai Jendela untuk Memahami Peradaban Manusia Kuno
Di Sangiran, fosil kuno mengungkap misteri evolusi manusia, mengajak Anda untuk menjelajahi rahasia masa lalu kita yang masih membentuk kita hari ini.

Sangiran merupakan situs kunci untuk memahami peradaban manusia kuno. Tempat ini berisi sekitar 100 fosil, menunjukkan wawasan krusial tentang garis keturunan kita, terutama dengan Homo erectus. Setiap penggalian mengungkap lebih dari sekadar tulang; mereka menceritakan adaptasi dan strategi bertahan hidup manusia awal. Penemuan kami di sini menyoroti pentingnya memeriksa konteks sejarah seperti ini. Seiring kita menemukan temuan baru, kita terus memperkaya pemahaman kita tentang evolusi manusia dan dampaknya terhadap identitas kita saat ini. Masih banyak lagi yang menunggu untuk diungkap.
Ketika kita menyelami tapiseri yang kaya dari evolusi manusia, Sangiran menonjol sebagai batu penjuru pemahaman kita tentang peradaban kuno. Situs luar biasa ini, terletak di Kabupaten Sragen, Indonesia, meliputi area seluas 59,21 kilometer persegi dan merupakan rumah bagi sekitar 100 sisa fosil manusia kuno. Diantaranya, penemuan Homo erectus telah memberikan kita wawasan evolusi yang kritis yang membentuk pemahaman kita tentang anatomi dan perkembangan manusia. Signifikansi fosil Sangiran tidak bisa dilebih-lebihkan; ini menawarkan jendela unik ke masa lalu kita, mengungkapkan detail-detail rumit dari nenek moyang kita.
Komponen fosil yang menonjol yang ditemukan di Sangiran, termasuk tulang wajah dan dasar tengkorak Pithecanthropus, meningkatkan pengetahuan kita tentang karakteristik fisik manusia awal. Setiap penemuan bertindak sebagai bagian puzzle, memberikan kontribusi pada gambaran yang lebih luas tentang bagaimana nenek moyang kita terlihat dan bagaimana mereka hidup. Dengan mempelajari sisa-sisa ini, kita memperoleh wawasan berharga ke dalam transisi evolusi yang telah mendefinisikan spesies kita. Bukti fosil memungkinkan kita untuk melacak kembali garis keturunan kita, memahami tidak hanya anatomi tetapi juga perilaku dan lingkungan yang membentuk kehidupan manusia awal.
Diakui sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO pada Desember 1996, Sangiran berfungsi sebagai titik acuan global untuk penelitian tentang perkembangan manusia awal dan lingkungan kuno. Ini menarik para cendekiawan dan penggemar, yang ingin menjelajahi kedalaman warisan bersama kita. Penelitian berkelanjutan di situs ini terus menghasilkan temuan baru, memperkuat statusnya sebagai pusat penting untuk antropologi dan arkeologi. Setiap penggalian mengungkap lebih dari sekadar tulang; itu mengungkapkan cerita tentang bertahan hidup, adaptasi, dan kompleksitas kehidupan manusia yang kaya dari dulu.
Selain itu, sumber daya pendidikan yang berasal dari penemuan Sangiran meluas melampaui akademia. Mereka melibatkan publik, menumbuhkan apresiasi yang lebih besar untuk perjalanan evolusi kita dan sejarah bersama umat manusia. Dengan menerangi signifikansi fosil ini, kita menginspirasi rasa ingin tahu dan keinginan untuk kebebasan dalam memahami masa lalu kolektif kita.
Kita mengakui bahwa pengetahuan memberdayakan kita untuk menjalin hubungan dengan leluhur kita, memicu percakapan yang lebih mendalam tentang siapa kita hari ini.
-
Kesehatan2 bulan ago
Misteri Koper Merah di Ngawi: Mayat Wanita Ditemukan, Polisi Selidiki Kasus Ini
-
Kesehatan2 bulan ago
Apakah Menyimpan Obat Dekat Perangkat Elektronik Berisiko? PAFI Memberikan Penjelasan
-
Seni2 bulan ago
Komunitas Seni Padang – Kolaborasi Kreatif yang Menginspirasi
-
Teknologi2 bulan ago
Cara Mengaktifkan dan Menggunakan NFC di Android Anda dengan Langkah Mudah
-
Uncategorized1 bulan ago
Menjelajahi Makna “Jellyfish Catfish”: Asal-usul dan Contoh Penggunaan di Media Sosial
-
Hiburan Masyarakat2 bulan ago
Judo di Indonesia Terus Berkembang Meskipun Diblokir, Server Luar Negeri adalah Pemicu Utama
-
Kesehatan2 bulan ago
Hati-hati, Ini Adalah Ciri-ciri Orang dengan Hemoglobin Rendah yang Perlu Anda Ketahui
-
Alam2 bulan ago
Ancaman Kebakaran di LA Kembali: Titik Panas Baru dan 30.000 Penduduk Diminta untuk Mengungsi